DAFTAR ISI BLOG GUE

Rabu, 03 Agustus 2016

AL-IDMAAJU WA AL-MADZHAB AL-KALIMI WA HUSNUN AT-TA’LIILI




التجريد والمشاكلة والمزاوجة

المشْرِيْف : حسن الأكتا فيرا





KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T. karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, makalah ini dapat hadir dihadapan pembaca.
Disamping itu Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad S.A.W. beserta keluarganya dan para shahabatnya yang penuh kesetiaan telah mengobarkan syi’ar Islam yang manfaatnya masih terasa hingga saat ini.
Makalah yang berada dihadapan pembaca ini membahas tentang AL-IDMAAJU WA AL-MADZHAB AL-KALIMI WA HUSNUN AT-TA’LIILI”. Untuk memenuhi mata kuliah BALAGHAH III.
Apabila bila nantinya disana-sini akan didapati beberapa cacat, kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini, kami selaku penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Akhirnya, dengan segala kerendahan segala bentuk saran maupun kritik dari pihak manapun. Juga tak lupa penulis sampaikan beribu-ribu terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Paling terakhir, hanya kepada Allah penulis panjatkan rasa syukur dan hanya kepada-Nya pula urusan penulis kembalikan.
Mudah-mudahan makalah ini dapat memenuhi keperluan pembaca dan semoga berguna sesuai tujuan untuk kepentingan Agama, Bangsa, dan Umat Islam pada umumnya. Dan sekali lagi kami berharap supaya makalah ini dapat bermanpaat bagi pembacanya dan amal ibadah bagi penulisnya.Amin…..Ya Rabbal ‘Alamiin.
 



اَلْاِدْمَاجُ وَالْمَذْهب الْكَلَامِي وَ حُسْنُ التَّعْلِيْلِ
AL-IDMAAJU WA AL-MADZHAB AL-KALIMI WA HUSNUN AT-TA’LIILI
A.    Al-Idmaaj (اَلْاِدْمَاجُ )
وَهُوَ أَنْ يُضَمّنَ كَلاَمٌ سُيِّقَ لِمَعَنَى ، مَعْنًى آخَرَ لَمْ مُصَرَّحٍ بِهِ

Idmaaj adalah suatu kalimat yang disusun untuk suatu makna mengandung makna lain yang tidak dijelaskan

Contohnya seperti perkataan penyair Al-Mutanabbi:

اُقَلِّبُ فيهِ اجْفَانى كَأَنّىْ    اَعُدُبِها عَلَى الدهْر الذُّنُوبًا

“Aku membolak-balikkan kelopak mataku,
Dimalam hari seakan-akan aku sendiri
Menghitung-hitung dengannya,
Dosa-dosa sepanjang masa.”

Penyair menyusun kalimatnya pada asalnya untuk menjelaskan panjang malam, tetapi ia memasukkan pengaduan mengenai yang terjadi disepanjang masa dalam menyipati panjang malam tersebut.

B.     Madzhab Al-Kalami

هو أن يُوْرِدَ الْمُتَكَلِّمُ عَلَي صِحَّةِ دَعْوَاهُ حُجَّةً قَاطِعَةٌ مَسَلَّمَةٌ عِنْدَ المُخَاطِبِ بِأَن تَكُونَ الْمُقَدَّ مَاتُ بَعْدَ تَسلِيمِهَا مُسْتَلْزِمَةً لِلْمَطلُوبِ

Madzhab Kalami adalah seorang pembicara memberikan argumentasi yang pasti, yang diterima oleh mukhaththab untuk menyatakan kebenaran dakwaannya, dengan pendahuluan-pendahuluan setelah diterima dapat menetapkan makna yang diterapkan.
Contoh:
1.   ( لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلا اللَّهُ لَفَسَدَتَا )
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa.  (Q.S. Al-Anbiya’ : 22)

2.    ( يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ
Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah... (Q.S. Al-Hajj : 5)

3.  ( وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ )
Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan) nya kembali, dan menghidupkan kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya.   (Ar-Ruum: 27)

Maksud ayat terkhir ini bahwa segala hal yang mudah bagi Allah maka hal tersebut termasuk hal yang mungkin, jadi menghidupkan kembali adalah termasuk hal  yang mungkin.

C.     Husnun At-Ta’lil (حُسْنُ التَّعْلِيلِ )
Pengertian Husn al-Ta’lil dalam Bahasa Arab Husn At-Ta’lil terdiri dari dua kata, yaitu kata husn dan ta’lil. Secara leksikal, husn artinya ’bagus’, sedangkan ta’lil artinya ’alasan. [1]
Sedangkan secara terminologis, husn ta’lil menurut para ulama balaghah adalah:
حُسْنُ التَّعْلِيلِ أَنْ يُنْكِرَ الْأَدِ يْبُ صَرَاحَةً أَوْ ضِمْنًا عِلَّةَ شَيْءِ الْمَعْرُوفَةَ , وَيَأْ تِيْ بِعِلَّةٍ أَدَ بِيَّةٍ طَرِيفَةٍ تُنَاسِبُ الْغَرْضَ الَّذِي يُرْمَى إِلَيه

            “Husnut Ta’liil adalah, seorang pujangga mengingkari secara terus terang atau secara rahasia (tersembunyi) terhadap alasan sesuatu hal yang diketahui, dan ia mengemukakan alasan yang bernilai sastra, yang pilihan,yang sesuai pada tujuan yang disengaja.”
            Maksudnya adalah, seorang penyair atau pengarang cerita prosa mendakwakan suatu alasan yang tidak hakiki suatu sifat diamana alasan itu sesuai dengannya melalui tinjauan yang halus yang meliputi kehalusan pemikiran.
            Seperti pernyataan Al-Mu’arri dalam ucapan duka cita:

وَمَا كُلْفَةُ الْبَدْرِ الْمُنِيرِ قَدِيمَةٌ * وَلَكِنَّهَا فِي وَجْهِهِ أَثِرُ اللُّطْمِ

 “Bintik-bintik hitam pada bulan purnama yang bercahaya itu bukan ada sejak dulu.
Akan tetapi, pada muka bulan itu ada bekas tamparannya.”

Dalam syi’ir di atas penyair ingin mengungkapkan kesedihan yang diderita oleh seseorang yang ditinggal oleh orang yang dicintainya. Karena sangat sedihnya ia memukul-mukul wajahnya sehingga tampak bekas tamparan tersebut pada wajahnya.
Pada syi’ir di atas penyair tidak menjelaskan alasan tersebut dengan sebenarnya, akan tetapi dia memalingkan kepada noda hitam yang ada pada bulan. Ia mendakwakan bahwa kekeruhan atau kotoran hitam yang ada pada bulan purnama bukanlah tumbuh dari sebab alami, tetapi terjadi karena bekas tamparan sendiri karena berpisah dengan orang yang ditangisi.
Contoh lain:

أَمَّا ذُكَاءٌ فَلَمْ تَصْفَرَّ إِذْجَنَحَتْ * إِلَّا لِفٍرْقَةِ ذَاكَ الْمَنْظَرِ الْحَسَنِ

“Adapun matahari yang bercahaya,
tidaklah menguning ketika akan tenggelam.
Kecuali karena akan berpisah,
dengan orang yang dipandang baik.”

Dalam contoh di atas penyair bertujuan menyatakan bahwa matahari tidak menguning dan terbenam karena sebab-sebab yang telah dikenal, tetapi matahari itu menguning karena khawatir berpisah dengan wajah orang yang disanjung.



Penyair lain berkata tentang berkurangnya hujan di Mesir:
ما قصر الغيث عن مصر وتر بتها * طبعا ولكن تعداكم من الخجل

“Hujan tidak berkurang di Mesir dan sekitarnya karena faktor alam,
tetapi hujan itu turun karena banyak menanggung malu.”

Dalam contoh di atas penyair mengingkari bahwa penyebab berkuarngnya hujan di Mesir itu adalah faktor alam. Sehubungan dengan keingkarannya itu ia menyodorkan alasan lain, yaitu bahwa hujan itu malu turun di bumi yang dipenuhi oleh keutamaan dan kemurahan orang yang dipuji karena merasa tidak mampu bersaing dengan kemurahan dan pemberiannya.
Dalam ‘illat atau alasan haruslah berupa dakwaan, kemudian sifat hendaknya lebih umum dari kenyataan bahwa sifat itu talah tetap, kemudian dikemukakan alasannya. Atau sifat yang tidak tetap kemudian dikehendaki untuk ditetapkan.
Yang pertama adakalanya berupa:
a.         Sifat yang tetap yang tidak jelas ‘illat atau alasannya, seperti ucapan penyair:

بَينَ السيُوف وَعينيها مُشَارَكَةٌ   مِنْ اجْلَها قِيلَ للْاجْفَانِ اَجْفَانُ

“Antara beberapa pedang dan kedua matanya,
Terdapat persejutuan,
     Oleh karena itu dikatakan,
     Kelopak mata mempunyai kelopakmata.”

لَمْ يَحك نَائِلَكَ السَّحَابُ وَاِنَّما   حَمَّتْ بِهِ فَصَبِيْبُهَا الرُّحَضَاءُ

“Mendung itu tidaklah mampu,
Menyerupai pemberianmu,
                 Ia hanya demam panas,
                 Jadi air yang dicurahkannya adalah keringatnya.”

Juga seperti ucapan penyair:

زَعَمَ الْبنفسجُ أنَّهُ كَعِذَارِهِ   حُسنًا فَسَلُّوْا مِنْ قَفَاهُ لِسَانَهُ

Bunga karang mendakwakan
dirinya seperti rambut keningnya,
Tentang indahnya, lalu mereka
Mencabut lidah dari tengkuknya.”

     Keluarnya daun bunga karang ke arah belakang adalah tidak ada alasannya. Tetapi penyair menunjukkan bahwa alasannya ialah mengada-ada terhadap orang yang mencintai.

b.      Sifat yang tetap yang jelas illat-nya selain yang disebutkan, seperti ucapan Al-Mutanabbi:

مَا بِهِ قَتْلُ اَعَادِيْهِ وَلٰكِنْ   يَتَّقِيْ اِخلَافَ مَا تَرْجُو الذِّئَابُ

Dan tidak membunuh musuh-musuhnya,
Akan tetapi dia itu,
            Hanyalah menjaga-jaga diri,
            Dari keingkaran harapan serigala.”

Membunuh para lawan, adalah kebiasaan para raja, dimana mereka itu bertujuan agar selamat dari gangguan dan bahaya dari para lawannya.
Akan tetapi Al-Mutanabbi membuat sebab yang aneh untuk hal tersebut. Ia menghayalkan bahwasanya yang membangkitkan sang raja untuk membunuh para musuhnya adalah karena kemasyhuran dan dikenalnya sehingga dikalangan binatang yang tidak bisa berkata tentang kedermawaannya dan kesenangannya memperkenankan orang yang meminta kebaikan. Oleh karena itu ia menyerang mereka. Sebab ia mengerti bahwa kalau ia pergi untuk berperang, maka serigala-serigala tentu mengharapkan agar ia luas rezekinya dan mendapatkan daging-daging musuhnya yang terbunuh, sedangkan sang raja tidak akan merugikan permintaannya.
            Kemudian ‘illat yang kedua ialah berupa sifat yang tidak tetap. ‘Illat ini adakalanya:
a.       Hal yang mungkin, seperti ucapan Muslim bin Walid:

يَاوَشِيًا حَسُدَتْ فينا اِسَاءَتُهُ   نجَّى حِذَارَكَ اِنْسَانِى مِنَ الْفَرَقِ
“Wahai orang yang menghasut
Yang kejahatannya baik menurut kita.
      Kewaspadaanmu menyelamatkan
      Pada mataku dari air mata.”

Menganggap baik pada kejahatan orang yang menghasut adalah mungkin. Tetapi karena manusia sama berbeda pendapat didalamnya, maka penyair mengiringinya dengan menyebutkan sebab-sebabnya, yaitu bahwa kewaspadaannya terhadap penghasut bisa mencegahnya dari menangis. Jadi matanya tercegah oleh cucuran air mata.

b.      Hal yang tidak mungkin, seperti ucapan Al-Khatib Al-Qiswaini:

لَوْ لَمْ تَكُنْ نِيَّتةُ الْجَوْزَءِ خِدْمَتَهُ   لَمَّا رَاَيْتَ عَلَيْهَا عِقْدَ مُنْتَطِقِ
       “Seandainya niat bintang Jauza’ itu,
     Bukan khidmat pada yang disanjung
Maka Anda takmelihat padanya
Simpul orang yang mengikat pinggang

Jadi, Sebagai kesimpulan, penulis dapat menyimpulkan bahwa kaidah husn ta’lil adalah sebuah kaidah tentang bagaimana cara menyampaiakn alasan yang baik, dimana dengan alasan ini seorang penyair atau sastrawan bisa memberikan suatu ungkapan dengan makna yang sangat indah, walaupun sebenarnya maksud sebenarnya dari ungkapan itu telah tertuang dalam ungkapan yang ia utarakan.

وَاللهُ اَعْلَمُ بِالصَّوَابِ









Tidak ada komentar:

Posting Komentar